Bali dikenal sebagai destinasi wisata terkemuka di Indonesia, dengan daya tarik alam dan budaya yang khas. Sektor pariwisata menyumbang hampir 50% pendapatan daerah Bali. Namun pandemi Covid-19 yang melanda sejak Maret 2020 telah memberi pukulan telak pada industri pariwisata Bali.
Menurut data Kementerian Keuangan RI, jumlah wisatawan ke Bali pada Agustus 2020 hanya 22 orang, turun 99,99% dibandingkan Desember 2019 yang mencapai 552.403 wisatawan. Akibatnya, ekonomi Bali mengalami kontraksi sebesar -7,67%.
Pukulan terberat dirasakan desa-desa wisata yang berada di pelosok Bali. Desa-desa ini telah menggantungkan harapan pada industri pariwisata, bahkan meninggalkan mata pencaharian tradisional mereka. Ketika wisatawan berhenti datang, desa-desa ini menjadi sangat terpuruk.
Dampak di Desa Wisata Amed
Salah satu desa wisata yang terkena imbas parah adalah Desa Bunutan di kawasan Amed, Karangasem. Amed dikenal dengan pantai dan keindahan bawah lautnya. Mulai tahun 1990-an Amed berkembang pesat sebagai tujuan wisata bahari.
Banyak warga Desa Bunutan yang awalnya bekerja sebagai nelayan beralih profesi menjadi karyawan vila atau sopir wisatawan. Mereka meninggalkan profesi nelayan yang dianggap kurang menjamin penghasilan.
Namun ketika wisatawan berhenti datang akibat pandemi, warga terpaksa kembali menjadi nelayan. Meski hasil tangkapan ikan tidak menentu, itulah satu-satunya cara bertahan hidup bagi warga desa.
Wisatawan yang dulunya ribuan per hari, kini nyaris nihil. Hotel dan vila di Amed banyak yang tutup karena kekurangan tamu. Restoran-restoran di sepanjang pesisir juga sepi pengunjung.
Mimpi akan kehidupan yang lebih makmur lewat pariwisata sirna seketika. Warga desa kembali pada profesi tradisional yang dulu sempat ditinggalkan.
Dampak di Desa Temukus
Situasi serupa terjadi di Desa Temukus, Kecamatan Rendang, Karangasem, yang berdekatan dengan Pura Besakih. Desa ini awalnya hanya dikenal sebagai penghasil sayur mayur.
Namun sejak 2017 warga membangun Taman Edelweis seluas 1 hektare untuk menarik wisatawan. Setiap harinya ratusan wisatawan berkunjung ke taman ini untuk berfoto dengan latar bunga edelweis. Kunjungan wisatawan memberi harapan baru bagi warga desa.
Sayangnya ketika pandemi melanda, wisatawan berkurang drastis hingga nyaris nol orang per hari. Mimpi warga desa pun sirna, dan mereka kembali menekuni bertani sayur mayur seperti sedia kala.
Analisis Dampak dan Solusi
Kasus di atas menunjukkan betapa desa-desa wisata sangat bergantung pada industri pariwisata. Ketika industri ini ambruk akibat pandemi, desa-desa wisata ikut terpuruk.
Meninggalkan mata pencaharian tradisional dan beralih sepenuhnya ke pariwisata adalah kesalahan fatal. Ketika krisis datang, hanya profesi tradisional yang paling tangguh bertahan.
Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan adalah memperkuat kembali profesi tradisional seperti nelayan dan petani. Jangan menghilangkannya meski ada harapan baru dari pariwisata. Profesi tradisional tetap menjadi jaring pengaman ketika pariwisata terpukul.
Pemerintah perlu mendukung profesi tradisional ini agar petani dan nelayan tidak selalu menjadi mata rantai ekonomi paling lemah. Mereka perlu dilindungi dari tekanan pasar dan modal agar tidak selalu miskin.
Dengan demikian, desa wisata akan lebih tangguh menghadapi krisis di masa depan. Pariwisata tetap dikembangkan, tapi profesi tradisional juga diperkuat sebagai fondasi ekonomi desa yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Pandemi Covid-19 telah memberi pukulan dahsyat pada desa-desa wisata di Bali yang bergantung pada kedatangan wisatawan. Mereka harus kembali pada profesi tradisional untuk bertahan hidup.
Agar lebih tangguh di masa depan, desa wisata perlu mempertahankan profesi tradisional seperti nelayan dan petani. Pemerintah harus mendukung profesi tradisional ini agar tidak selalu menjadi mata rantai ekonomi paling lemah.
Dengan memperkuat profesi tradisional sebagai fondasi ekonomi desa, desa wisata akan lebih mampu menghadapi krisis apapun di masa mendatang. Pariwisata tetap dikembangkan, tapi jangan menghilangkan akar budaya dan mata pencaharian asli desa.